Fitting In or Withdrawing




السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 


Sometimes you may feel like an outsider—even in a place you’ve been for a long time. You try to fit in, yet newcomers are welcomed more easily, even though the others have known you far longer than those new people.

When you try something new, something they could never have imagined, but instead of appreciating it, they belittle you. Yet eventually, they follow your lead—though never in ways better than what you’ve done—still, they make comments about it.

When they openly mention, right in front of you, that they have a group chat without you, and even talk about the topics from that group while you’re there.
When they go out together and somehow “forget” to invite you.
When they celebrate every friend’s birthday except yours (and you don’t even expect a celebration—just remembering your birthday and saying “happy birthday” would already mean a lot).


If you’ve experienced all of this, you really only have two choices:
The first is to keep trying—overthinking, adjusting yourself, and push yourself as hard as you can to be included in their circle. (Their circle isn’t actually bad—it’s genuinely a good environment.)
The second is stop caring about how they treat you, and instead embrace distance—choosing to detach yourself from them.


Of course, both choices come with pros and cons.
If you choose the first option, the pros is that, over time, you’ll eventually become part of their circle, be accepted, and belong in their environment. But the cons is But until then, you’ll constantly question yourself and change who you are. And you won’t know how long it will take before you’re truly accepted.

If you choose the second option, the pros is peace of mind. You won’t have to worry about how to act to gain their acceptance. Your life will be less dramatic, and you won’t need to change who you are. But the cons is loneliness. You’ll be left out, unnoticed, and often on your own.

If you’re someone who doesn’t mind being alone and doesn’t rely on others, this isn’t a big deal. But if you’re not that kind of person, I would suggest choosing the first option.


Life is often about choosing between imperfect options. And whatever you decide, you must accept it wholeheartedly and live with the consequences.

Neither choice defines your worth. Whether you fight to belong or choose to stand apart, remember that your value isn’t measured by their acceptance. You are already enough as you are.


If you can be at peace on your own, solitude can become strength, not weakness. 

And if you choose to keep trying, let it be from a place of growth, not desperation—because persistence builds resilience.


Life doesn’t always give us perfect options, but every choice teaches us something. Whatever path you take, walk it with confidence, kindness to yourself, and faith that you are worthy of connection and happiness.





Posted by
A Whole My World

More

Mencoba Hal yang Baru


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ




Tahun ini ada yang berbeda dengan diriku, aku mencoba untuk rutin berolahraga. Yap, mungkin agak unbelievable seorang cindhi yang jarang sekali gerak kenapa tiba-tiba rutin berolahraga?

 

Sebenarnya aku udh lumayan concern soal mulai berolahraga, cuma belum terealisasi karena sifat magerku terlalu mendominasi. Tapi semua berubah ketika aku ketemu sama teman kuliahku dulu, long story short dia mengajak aku ikut trial olahraga dan body measurement di suatu tempat gym yang lumayan punya nama dan dekat kantor. 


Yausudahlah, aku cobalah.. Asli, karena badanku emang jarang gerak dan kaku habis trial Olahraga itu aku rasanya ga punya energi tersisa. Dan aku juga baru tau ada masa doms otot setelah olahraga dan salah satu cara menyembuhkannya adalah dengan istirahat yang cukup. 

Sedangkan aku, abis trial langsung disambut non-stop standby, jadilah badanku recovery nya lama banget. 


Dan akupun ikut gym itu dengan komitmen 1 tahun. Ini adalah langkah yang besar untuk orang yang jarang gerak seperti aku. Aku ingat pernah posting ini di threads. 




Saat awal perjuangan aku lumayan berat, bukan jarang lagi aku emang tidak pernah berolahraga. Paling hanya jalan kaki saja, dan saat itu karena untuk awal aku pakai PT jadi semua latihanku diatur beliau. Waah, rasanya sungguh luar biasa hahaha.. Habis latihan yang biasanya aku suka jalan, ini aku tidak sanggup akhirnya keseringan ojek online. Masa recovery domsku juga lama sekali. Tapi setelah  2 bulan, tubuhku mulai beradaptasi. Ketika sesiku dengan PT ini berakhir, aku malah lanjut menggunakan PT yang sama untuk 10 sesi lagi. 


Meskipun masa recovery domsku masih lama juga, tapi perlahan aku mulai jarang sakit. Tidur juga nyenyak dan berkualitas. Habis latihan aku masih sanggup jalan ke stasiun LRT. Tapi ini masih jauh dari kata berhasil. Tapi perlahan aku menujunya. 


Memang perubahan ke arah kebaikan itu kadang tidak nyaman, tidak menyenangkan tapi jika kita konsisten dan menjalankan dengan senang itu akan jadi menyenangkan. 

Tujuanku berolahraga bukan untuk jadi kurus atau berotot, tapi untuk menjaga kesehatanku. Aku ingin lebih sehat, aku ingin masa tuaku nanti tidak merepotkan siapapun. 

Doakan aku tetap istiqomah berolahraga yaa.. Dan semoga ada sedikitlah penambahan masa ototku..


Posted by
A Whole My World

More

Hening yang Bergemuruh


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ




Aku tidak tahu apa yang sebenarnya kupikirkan.

Begitu banyak skenario berseliweran di kepalaku - semua kemungkinan jika itu benar-benar terjadi.

Tapi anehnya, aku bahkan tak memikirkan kemungkinan jika itu tak terjadi.



Aku ingin berharap, tapi aku takut terjebak dalam angan.

Aku takut, jika nanti aku jatuh kembali ke bumi, hatiku tak cukup kuat untuk menanggungnya.



Aku ingin bercerita, tapi tak tahu kepada siapa.

Aku ingin bertanya, "Apakah akan ada kelanjutannya?"

Namun aku takut, bahwa hanya aku yang berharap… dan dia tidak.



Jadi, untuk saat ini, aku hanya bisa diam dan menunggu.

Menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari… terasa begitu panjang dalam penantian yang sunyi.

Aku ingin tenang, tapi pikiranku dan hatiku tak mau diajak kompromi.

Bahkan setelah yoga pun, semuanya masih berkecamuk - seperti badai di tengah samudera, mengguncang kapal hatiku hingga terombang-ambing, tak berdaya.



Kucoba menarik napas dalam.

Kucoba menenangkan badai dalam diriku.

Kucoba meyakinkan hati ini, bahwa apa pun yang terjadi, pasti itu adalah takdir terbaik dari Allah.

Bahwa apa pun yang ditetapkan-Nya, pasti itu yang terbaik bagiku, dan juga baginya.




Posted by
A Whole My World

More

Lubang yang Tak Pernah Tertutup


 السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Ternyata benar, kehilangan orang tua atau orang terkasih meninggalkan lubang besar di hati -- lubang yang tak akan pernah benar-benar tertutup, seberapa pun waktu berlalu.


Lamunanku kembali pada tiga tahun lalu, saat duniaku seketika berubah. Hari ketika orang yang paling aku sayangi dan hormati berpulang. Saat detak jantungnya mulai melemah dan napasnya perlahan menghilang, aku terus berdoa -- mengharapkan keajaiban terjadi. Namun saat dokter menyatakan waktu kematiannya, seluruh harapanku runtuh. Air mataku tumpah deras. Itu pertama kalinya aku menangis sedalam itu. Tak ada lagi yang bisa aku tahan.


Dengan langkah lemas, aku keluar dari ruang ICU untuk mengambil kartu identitas yang kutitipkan sebelumnya. Seorang perawat menyerahkan kartuku sambil berkata,

“Daripada bolak-balik tukar kartu, kalau mau keluar, kartunya ditinggal di sini saja.”

“Mama sudah nggak ada, Suster,” jawabku pelan. Meski sudah kuusahakan untuk kuat, suaraku tetap bergetar.


“Maaf ya, saya turut berduka.”


Aku hanya mengangguk, lalu meninggalkan ruangan itu tanpa berkata apa-apa lagi.


Langkahku terasa hampa. Aku hanya mengikuti adikku dari belakang tanpa benar-benar sadar ke mana kami berjalan. Pikiranku kosong, masih mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi.


Kami tiba di sebuah lorong sunyi. Di depannya ada ruangan kecil dan bangku panjang. Ruangan yang selama ini selalu menjadi momok menakutkan di rumah sakit. Ruangan yang lebih sering disebut hanya dengan bisik-bisik. Ya, benar -- “Kamar Mayat.”


Aku duduk sendirian di bangku panjang dekat pintu masuk. Kakak dan adikku membantu ayah mempersiapkan keperluan ibu untuk segera dibawa ke sana. Waktu menunjukkan pukul 00.10 dini hari. Udara malam begitu dingin, tapi aku tak merasakan apa-apa. Tidak takut, tidak sedih, tidak marah. Hanya dingin yang menyelimuti, dan ribuan skenario berputar di kepalaku tentang bagaimana caranya aku menjalani hidup tanpa ibu.


Di ruangan sebelah, tampak terang dan dipenuhi karangan bunga. Rupanya, ada publik figur yang juga berpulang di hari yang sama, pikirku sekilas.


Lalu aku kembali tenggelam dalam pikiranku sendiri, menyusun ulang hidup dalam imajinasi: tanpa suara ibu yang membangunkan pagi, tanpa doa yang biasa menyertai kepergianku, tanpa pelukan hangat yang selalu bisa menenangkan badai di hati.


Seorang perempuan kemudian duduk di sampingku.

“Petugasnya ada, Mba?” tanyanya.

“Ada, Mba,” jawabku pelan dan singkat.

“Yang meninggal siapa, Mba?” ia mencoba membuka obrolan.


“Ibu saya, Mba. Kalau Mba?”


“Suami saya.”


Lalu ia mulai bercerita tentang suaminya. Aku mendengarkan, berusaha sopan, meski wajahku datar dan pikiranku tak benar-benar hadir. Aku tahu itu tak pantas. Harusnya aku menunjukkan empati. Tapi aku benar-benar tak bisa berekspresi apa-apa saat itu.


Yang aku pikirkan hanya satu: aku ingin semuanya cepat selesai. Aku ingin ibu segera tiba, menyelesaikan semua urusan administrasi dan dokumen yang diperlukan, lalu kami bisa pulang.
Pulang -- tanpa sosok yang selama ini menjadi pusat dari segala makna pulang itu sendiri.


23062022


Posted by
A Whole My World

More

Menanti Tanpa Nama


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ



Bagaimana caranya menjelaskan rindu kepada seseorang
Yang entah siapa dan dimana saat ini
Untukmu yang  jauh disana
Terkadang mata ini iri kepada hati
Karena kau ada di hatiku namun tidak tampak di mataku

Aku tidak memiliki alasan pasti
Mengapa sampai saat ini masih ingin menunggumu
Meski kau tak pernah meminta untuk ditunggu dan diharapkan
Hati ini meyakini bahwa kau ada
Meski entah di belahan bumi mana
Yang aku tahu, kelak aku akan menyempurnakan hidupku dengan mu
Disini, disisiku

Maka, saat hatiku telah mengenal fitrahnya
Aku akan berusaha mencintaimu dengan cara yang di cintai-Nya
Sekalipun kita belum pernah bertemu
Mungkin saat ini kita tengah melihat langit yang sama
Tersenyum menatap rembulan yang sama
Disanalah tatapanmu dan tatapanku bertemu

"kutipan Buku Tausiyah Cinta"





Posted by
A Whole My World

More

Kalian & Kami


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ




Sebenarnya saya telah merasakan hal ini berulang kali, tapi kenapa masih saja terasa sakit ya? Bukankah seharusnya saya sudah kebal dengan perasaan ini?
Masih terbayang, tatapan mata kalian, kata-kata kalian, sikap kalian yang seolah tidak terima dan sedikit meremehkan. Apakah kami pantas untuk diperlakukan seperti itu? 
Jika "hadiah utama" kami tidak berkesempatan untuk mendapatkan, bukankah "hadiah hiburan" yang disediakan sebaiknya diperuntukan untuk kami? Kenapa kalian tetap ingin mendapatkannya? Apakah "hadiah utama" tidak cukup untuk kalian? Apakah kami hanya berperan sebagai tim hore untuk sekedar meramaikan acara saja? 
"Semua berkesempatan yang sama kok" tapi kenyataannya tidak seperti itu, hampir 75% dari semua hadiah yang diberikan didapatkan oleh "kaum" kalian dan kami hanya bisa ikut bertepuk tangan saja.

Ini tidak adil, dari awal saya sudah ingin bersuara, berteriak, tapi apa gunanya? Toh tidak akan ada perubahan setelahnya.
Kenapa kalian sangat anti kepada kami? Padahal kita berkerja keras untuk mencapai tujuan bersama, kita duduk, kita berdiri di tempat yang sama, apa hanya karena status kita yang berbeda kalian menjadi sangat anti kepada kami?

Ibaratnya jika ada sebuah keluarga yang mempunyai anak kandung lalu mengadopsi anak lain di keluarganya, kami lah yang menjadi "anak tiri"nya. Meskipun berulang kali dipastikan kedua orang tua tidak akan pilih kasih, tetap akan terasa perbedaan kasih sayang diantara anak kandung & anak tiri. Dan itu hal yang sangat wajar, kami sadar sehingga kami tidak pernah protes dan mengikuti semua aturan yang kalian buat.

Tapi kami juga manusia biasa, yang masih bisa merasakan sakit hati jika aturan yang kalian buat terlalu menjauhkan kami. Bukankah kalian juga memerlukan bantuan kami untuk mencapai tujuan kalian? Kenapa kita tidak bisa berada di satu tempat yang sama? Kenapa selalu ada jarak atau pembatas diantara kita? 
Apakah kalian sudah merasa kalau kalian terlalu OP sehingga bisa berbuat seenaknya terhadap kami?

Seperti yang saya tulis di awal, saya sudah sering sekali diperlakukan seperti ini, tapi kenapa setiap menerima perlakuan ini masih terasa menyakitkan? Meskipun kali ini yang terparah bukan terjadi pada saya, tapi tetap saja dia adalah "kaum" kami sehingga saya juga merasakan rasa sakitnya.

Doa saya, semoga saya masih bisa bertahan menghadapi semua ini, semoga sikap kalian jadi lebih beik terhadap kami, semoga suatu saat nanti kami bisa menjadi kalian.. Entah kapan semua itu bisa terkabul, tapi semoga saja itu bisa terjadi suatu hari nanti.

Aamiin


Nb. untuk nantinya, saya akan mengurangi niat dan semangat saya jika ada acara tentang kalian, sehingga saya tidak akan terlalu dikecewakan di akhirnya (yang saya yakini ke depannya tidak akan ada acara kalian yang melibatkan kami di dalamnya)

Posted by
A Whole My World

More

생일 축하해 나에게...!



   السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ




Another year has passed. I’m not sure if this past year has made me a better person—more mature, more useful to others than before. But one thing is clear: I feel that my current self is more sincere in facing what’s ahead. I’m learning not to overthink things. It’s challenging, but I’ll keep trying my best.


For the first time, I took a day off on my birthday to do the things I wanted, just for me. I treated myself to a massage at the salon, ate sushi, bought my favorite perfume, picked up some Auntie Anne's, watched a movie, and enjoyed it all by myself. I even bought some books and tried to get back into reading. I spent a bit today, but I feel content.


This year, I hope to complete half of my deen, to find someone I can talk to, spend time with, and who will be with me for the rest of my life. I also hope to bring more happiness to myself and to my father, to live healthier, and to be more consistent with exercise.


Happy birthday to me! Thank you for fighting, for always smiling even when you’re sad, and for doing everything on your own, even when it’s tough and not always your best.


Stay true to being the Cindhi who doesn’t show her problems to others, who embraces spontaneous ideas, and who’s always willing to help others if she can. I know you feel insecure and sometimes ashamed of your situation, but try to make peace with it. Some things take a lot of time, energy, effort, and resources to change.


Don’t forget to keep up with your training, continue your scrapbooking, and keep posting on your IG scrapbook page… Don’t get lazy. Cheer up, you’ll get through it all. I believe in you—you can do it. 


Thank you, Allah SWT, my only God, who understands me more than I understand myself, who knows what’s best for me, and who is always kind to me. Please forgive me for not being the best follower. May I be able to visit Your House in Mecca, and may I become a more obedient and better person in Your eyes.

Aamiin..


Bismillah... Once again, 생일 축하해 나에게...!






14/11/2024 : 23:59 WIB

Posted by
A Whole My World

More

Detik Itu, Segalanya Berubah

 السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

إِنَّا لِلَّٰهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ‎,




Hari ini sebulan yang lalu adalah hari yang tidak akan pernah aku lupakan. Hari dimana hidupku berubah selamanya. Sesuatu yang sempat terpikirkan tapi tidak pernah terbayangkan. Hari dimana aku ditinggalkan oleh ibuku tersayang untuk selama-lamanya. 


Ibuku adalah wanita yang sangat luar biasa sabarnya, jarang sekali mengeluh padhal beliau sangat kesakitan. Wanita yang sangat lemah lembut, baik hati, loyal jika ada rezeki. Wanita yang mengajarkan aku segala hal di kehidupanku, panutanku, idola pertamaku. 


"Mama.. Terima kasih telah mengizinkan aku merawat mama selama 2 minggu terakhir mama. Terima kasih telah sabar jika aku kadang memaksa mama untuk makan. Terima kasih telah mengajarkanku kesabaran ketika terkena musibah. "


"Sekarang mama udah ga sakit lagi. In syaa Allah mama sekarang udah tenang disana. Dan In syaa Allah aku akan selalu berdoa untuk mama, sering jenguk mama. "


"Mama tenang yaa disana, aku akan jagain papa disini. Sekarang aku udah belajar masak ma, jadi mama tenang aja papa ga akan susah nyari makannya. Walau masih masak yang sederhana aja tapi aku bakal belajar lagi supaya bisa jago masak kayak mama. "


"Jujur, aku kangen banget sama mama. Apalagi sekarang aku lagi sakit ma. Biasanya, aku pasti minta kerok mama langsung sembuh. Sekarang ga ada yang bisa kerokin aku lagi ma. Jadi sakitku agak lama sembuhnya. "


"Mama tunggu kami disana ya ma.. In syaa Allah nanti kita ketemu lagi disana.. I love you maa.. Ana uhibbuki fillah.. "


اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهَا وَارْحَمْهَا وَعَافِهَا وَاعْفُ عَنْهَا


Posted by
A Whole My World

More
@cindhi.nouvie | 2009. Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / A Whole My World

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger